BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Abad pertengahan di Eropa sering disebut zaman kemunduran jika dibandingkan
dengan zaman klasik (Yunani-Romawi). Sebaliknya Negara-negara Arab pada abad
pertengahan mengalami kemajuan, namun akhirnya negeri itu sedikit demisedikit
mengalami kemerosotan. dalam bidang kebudayaan dan kekuasaan.
Setelah perang maladki pada tahun 463 H / 1071 M, yang dimenengkan oleh
orang-orang saljuk dengan kemenangan yang paling gemilang atas Romawi, pengaruh
kemenangan ini terus meluas ke negeri Anatolia dan kemudian jatuh ketangan
mongolia.bersamaan lemahnya Mongolia, pemerintahan saljuk Romawi terpecah
menjadi beberapa pemerintahan dengan kondisi yang lemah dan saling
bertikai. Pemerintahan Usmaniyah lalu menguasainya pada waktu yang
berbeda, kemudian menyatukan wilayah ini dibawah benderanya.
Rentang sejarah antara tahun 923-1342 H dari sejarah Islam merupakan masa
Usmaniyah. Hal ini karena kekuasaan Usmaniyah merupakan periode terpanjang dari
halaman sejarah Islam. Selama 5 abad pemerintahan Usmaniyah telah memainkan
peran yang pertama dan satu-satunya dalam menjaga dan melindungi kaum muslim.
Usmaniyah merupakan pusat khalifah Islam yang terkuat pada masa itu, bahkan
merupakan Negara paling besar di dunia.
Sekalipun telah muncul pada tahun 699 H / 1299 M, namun pemerintahan ini
belum menjadi khalifah. Orang-orang Usmaniyah belum mengumumkan kekhalifahan
mereka, hingga akhirnya khalifah Abbasiyah di kairo menyerahkan kepada mereka
kekhalifahannya pada tahun 923 H / 1517 M.
Di Negara-Negara Arab pada masanya, kerajaan turki usmani merupakan
kerajaan terbesar dan peling lama berkuasa, bralangsung selama enam abad lebih
(1281-1924 M). pada masa pemerintahan turki Usmani, para sultan bukan hanya
merebut negri-negri Arab, tetapi juga seluruh wilayah kaukasus dan wina bahkan
sampai ke balkan. Dengan demikian tumbuhlah pusat-pusat Islam di Trace,
Mecodonia, dan sekitarnya.
Eksistensi kerajaan turki Usmani sangnat diperhitungkan oleh ahli-ahli
politik barat. Hal ini didasarkan pada realita sejarah bahwa selama
berabad-abad kekuasanya, turki telah memberikan kontribusi yang besar terhadap
perkembangan peradaban, baik dikawasan Negara-negara Arab, Asia bahkan Eropa.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengaruh letak geografis Turki?
2. Bagaimana proses munculnya kerajaan Turki Usmani?
3. Bagaimana perkembangan peradaban Islam pada masa kerajaan Turki Usmani?
4. Apa saja faktor-faktor runtuhnya kerajaan Turki Usmani?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengaruh letak geografis Turki.
2. Mengetahui asal mula kerajaan Turki Usmani.
3. Mengetahui perkembangan peradaban Islam pada masa kerajaan Turki Usmani.
4. Mengetahui faktor-faktor runtuhnya kerajaan Turki Usmani.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengaruh Letak Geografis Turki
Negara Turki adalah negara di dua benua. Dengan luas wilayah sekitar
814.578 kilometer persegi, 97% (790.200 km persegi) wilayahnya terletak di
benua Asia dan sisanya sekitar 3% (24.378 km persegi) terletak di benua Eropa.
Posisi geografi yang strategis itu menjadikan Turki jembatan antara Timur dan
Barat. Bangsa Turki diperkirakan berasal dari Asia Tengah. Secara historis,
bangsa Turki mewarisi peradaban Romawi di Anatolia, peradaban Islam, Arab dan
Persia sebagai warisan dari Imperium Usmani dan pengaruh negara-negara Barat
Modern. Hingga saat ini bangunan-bangunan bersejarah masa Bizantium masih
banyak ditemukan di Istanbul dan kota-kota lainnya di Turki. Yang paling
terkenal adalah Aya Sofya, suatu gereja di masa Bizantium yang berubah
fungsinya menjadi masjid pada masa Khalifah Usmani dan sejak pemerintahan
Mustafa Kemal hingga kini dijadikan museum.
Peradaban Islam dengan
pengaruh Arab dan Persia menjadi warisan yang mendalam bagi masyarakat Turki
sebagai peninggalan Dinasti Usmani. Islam di masa kekhalifahan diterapkan
sebagai agama yang mengatur hubungan antara manusia sebagai makhluk dengan
Allah SWT sebagai Khalik, Sang Pencipta, dan juga suatu sistem sosial yang
melandasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Islam yang muncul di Jazirah
Arab dan telah berkembang lama di wilayah Persia, berkembang di wilayah
kekuasaan Kekhalifahan Turki dengan membawa peradaban dua bangsa tersebut.
Perkembangan selanjutnya memperlihatkan pengaruh yang kuat kedua peradaban
tersebut ke dalam kebudayaan bangsa Turki. Kondisi ini menimbulkan kekeliruan
pada masyarakat awam yang sering menganggap bahwa bangsa Turki sama dengan
bangsa Arab. Suatu anggapan yang keliru yang selalu ingin diluruskan oleh
bangsa Turki sejak tumbuhnya nasionalisme pada abad ke-19. Selanjutnya arah
modernisasi yang berkiblat ke Barat telah menyerap unsur-unsur budaya Barat
yang dianggap modern. Campuran peradaban Turki, Islam dan Barat, inilah yang
telah mewarnai identitas masyarakat Turki.
Masyarakat Indonesia
mengenal Turki sebagai suatu negara berpenduduk mayoritas Muslim. Kita juga
mengenal Turki sebagai bangsa yang pernah memimpin dunia Islam selama tujuh
ratus tahun, dari permulaan abad ke-13 hingga jatuhnya Kekhalifahan Usmani pada
awal abad ke-20. Fenomena kehidupan masyarakat Turki menjadi menarik ketika
negara Turki yang berdiri tahun 1923 menyatakan sebagai sebuah negara sekuler,
di mana Islam yang telah berfungsi sebagai agama dan sistem hidup bermasyarakat
dan bernegara selama lebih dari tujuh abad, dijauhkan peranannya dan digantikan
oleh sistem Barat.
B. Asal Mula Kerajaan
Turki Ustmani
Bangsa Turki mempunyai
dua dinasti yang berhasil mengukir sejarah dunia. Pertama, dinasti turki saluk
dan kedua dinasti turki utsmani. Namun akhirnya kerajaan turki saljuk hancur
oleh seragan pasukan mongol, yang nantinya merupakan moment terbentuknya
dinasti turki utsmani.[1]
Kerajaan Turki Usmani
muncul di pentas sejarah Islam pada periode pertengahan. Masa kemajuan Dinasti
ini dihitung dari mulai digerakkannya ekspansi ke wilayah baru yang belum ditundukkan
oleh pendahulu mereka. keberhasilan mereka dalam memperluas wilayah kekuasaan
serta terjadinya peristiwa-peristiwa penting merupakan suatu indikasi yang
dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kemajuan tersebut.
Pendiri dari kerajaan
Turki ini adalah bangsa Turki dari kabilah Qayigh Oghus salah satu anak suku Turki yang
mendiami sebelah barat gurun Gobi, atau daerah Mongol dan daerah utara negeri
Cina, yang dipimpin oleh Sulaiman. Dia mengajak anggota sukunya untuk
menghindari serbuan bangsa mongol yang menyerang dunia Islam yang berada di
bawah kekuasaan Dinasti Khawarizm pada tahun 1219-1220. Sulaiman dan anggota
sukunya lari ke arah Barat dan meminta perlindungan kepada Jalaluddin, pemimpin
terakhir Dinasti Khawarizm di Transoxiana (maa wara al-Nahr). Jalaluddin
menyuruh Sulaiman agar pergi kearah Barat (Asia Kecil). Kemudian mereka menetap
di sana dan pindah ke Syam dalam rangka menghindari serangan mongol Pada abad
ke-13 saat Chengis Khan mengusir orang-orang Turki dan Khurasan dan sekitarnya.
Kakeknya Usman, yang bernama Sulaeman bersama pengikutnya bermukim di Asia
Kecil. Setelah reda serangan Mongol terhadap mereka, Sulaeman menyeberangi
Sungai Efrat (dekat Allepo). Namun, ia tenggelam empat putera Sulaeman yang
bernama, Shunkur, Gundogdur, al-Thugril, dan Dundar. Dua puteranya yang pertama
kembali ke tanah air mereka. Sementara dua yang terakhir bermukim didaerah Asia
Kecil.[2]
Kelompok kedua ini berjumlah
400 kepala keluarga yang dipimpin oleh Ertugril (Erthogrol) ibn Sulaiman.
Mereka mengabdikan dirinya kepada Sultan Alauddin II dari Dinasti Saljuk Rum
yang pusat pemerintahannya di Kuniya, Anatolia Asia Kecil.
Pada saat itu, Sultan
Alauddin II sedang menghadapi bahaya peperangan dari bangsa Romawi yang
mempunyai kekuasaan di Romawi Timur (Byzantium). Dengan bantuan dari bangsa
Turki pimpinan Erthogrol, Sultan Alauddin II dapat mencapai kemenangan. Atas
jasa baik tersebut Sultan menghadiahkan sebidang tanah yang berbatasan dengan
Bizantium. Sejak itu Erthogrol terus membina wilayah barunya dan berusaha
memperluas wilayahnya dengan merebut wilayah Byzantium.
Pada tahun 1288 Erthogrol meninggal dunia, dan meninggalkan putranya yang
bernama Usman, yang diperkirakan lahir pada 1258 M. usman inilah yang ditunjuk
oleh Erthogrol untuk meneruskan kepemimpinannya dan disetujui serta didukung
oleh Sultan Saljuk pada saat itu. Nama Usman inilah yang nanti diambil sebagai
nama untuk Kerajaan Turki Usmani. Usman ini pula yang dianggap sebagai pendiri
Dinasti Usmani. Sebagaimana ayahnya, Usman banyak berjasa kepada Sultan
Alauddin II. Kemenangan-kemenangan dalam setiap pertempuran dan peperangan
diraih oleh Usman. Dan berkat keberhasilannya maka benteng-benteng Bizantium
yang berdekatan dengan Broessa dapat ditaklukkan. Keberhasilan Usman ini
membuat Sultan Alauddin II semakin simpati dan banyak memberi hak istimewa pada
Usman. Bahkan Usman diangkat menjadi gubernur dengan gelar Bey, dan namanya
selalu disebut dalam do’a setiap khutbah Jum’at. Penyerangan
Bangsa Mongol pada tahun 1300 ke wilayah kekuasaan Saljuk Rum mengakibatkan
terbunuhnya Sultan Saljuk tanpa meninggalkan putra sebagai pewaris kesultanan. Dalam keadaan kosong
itulah, Usman memerdekakan wilayahnya dan bertahan terhadap serangan bangsa
Mongol. Usman memproklamirkan kemerdekaan wilayahnya dengan nama Kesultanan
Usmani.
Pada awalnya Kerajaan Turki Usmani hanya memiliki wilayah yang sangat
kecil, namun dengan adanya dukungan militer, tidak berapa lama Usmani menjadi
kerajaan yang sangat besar dan bertahan dalam kurun waktu yang lama. Setelah
Usmani meninggal pada 1326, puteranya Orkhan (Urkhan) naik tahta pada Usia 42
tahun. Pada periode ini tentara islam pertama kali masuk Eropa. Orkhan berhasil
mereformasi dan membentuk tiga pasukan utama tentara. Pertama tentara sipahi
(tentara reguler) yang mendapatkan gaji pada tiap bulannya. Kedua,
tentara Hazeb (tentara ireguler) yang digaji pada saat
mendapatkan harta rampasan perang (Mal al-Ghanimah). Ketiga tentara
jenisari direkrut pada saat berumur 12 tahun, kebanyakan adalah anak-anak
kristen yang dibimbing Islam dan disiplin yang kuat.[3]
Sejak saat itu, dalam
sejarah Islam terdapat dua jabatan penting yang dikuasai oleh seorang penguasa.
Yaitu, sebagai sultan untuk kekuasaan Turki dan sebagai khalifah bagi seluruh
dunia Islam. Sepeninggal Salim I digantikan Sulaiman Agung 1520-1566 M, ia
sebagai penguasa Usmani yang berhasil membawa kejayaan Islam. Ia dijuluki
sebagai Sulaeman al-Qanuni. Sulaeman bukan hanya sultan yang
paling terkenal dikalangan Turki Usmani, akan tetapi pada awal ke-16 ia adalah
kepala negara yang paling terkenal di dunia. Ia seorang penguasa yang saleh, ia
mewajibkan rakyat muslim harus shalat lima kali dan berpuasa dibulan Romadhon,
jika ada yang melanggar tidak hanya dikenai denda namun juga sangsi badan.
Sulaiman juga berhasil menerjemahkan al-Qur’an dalam bahasa turki.[4]
Sekitar dua pertiga abad setelah didirikan di Anatolia pada 1300 dengan
mengorbankan kekaisaran Bizantium, dan didirikan di atas reruntuhan kerajaan
Saljuk, kerajaan Turki Utsmani hanyalah sebuah emirat di daerah perbatasan.
Negara ini selalu diliputi suasana peperangan dan pada saat itu senantiasa
dalam keadaan genting. Ibukota negara ini, pertama kali didirikan pada 1326,
adalah Brusa (Bursa). Mendekati 1366, emirat itu telah berkembang lebih stabil,
mendapatkan pijakan yang lebih kokoh di daratan Eropa, dan berkembang menjadi
sebuah kerajaan besar dengan Adrianopel (Edirna) sebagai ibukotanya. Penaklukan
Konstantinopel pada 1453 yang dipimpin oleh Muhammad II, Sang Penakluk
(1451-1481) secara formal mengantarkan negara ini pada satu era baru yaitu era
kerajaan.[5]
Selama masa kesultanan Turki Usmani (1299-1942 M.) sekitar 625 tahun
berkuasa tidak kurang dari 38 Sultan.
Dalam hal ini, Syafiq
A. Mughni membagi sejarah kekuasaan Turki Usmani menjadi lima periode, yaitu:
1. Periode pertama (1299-1402), yang dimulai dari
berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai kehancuran sementara oleh serangan
timur yaitu dari pemerintahan Usman I sampai pemerintahan Bayazid.
2. Periode kedua (1402-1566), ditandai dengan
restorasi kerajaan dan cepatnya pertumbuhan sampai ekspansinya yang terbesar.
Dari masa Muhammad I sampai Sulaiman I.
3. Periode ketiga (1566-1699), periode ini ditandai
dengan kemampuan Usmani untuk mempertahankan wilayahnya. Sampai lepasnya
Honggaria. Namun kemunduran segera terjadi dari masa pemerintahan Salim II
sampai Mustafa II.
4. Periode keempat (1699-1838), periode ini ditandai
degan berangsur-angsur surutnya kekuatan kerajaan dan pecahnya wilayah yang di
tangan para penguasa wilayah, dari masa pemerintahan Ahmad III sampai Mahmud
II.
5. Periode kelima (1839-1922) periode ini ditandai
dengan kebangkitan kultural dan administrasi dari negara di bawah pengaruh
ide-ide barat, dari masa pemerintahan Sultan A. Majid I sampai A Majid II.
C. Peradaban Pada Masa Kerajaan Turki
Sebelum
Tanzimat
Sebagai
diketahui Kerajaan Turki Usmani dikepalai oleh seorang Sultan yang mempunyai
kekuasaan temporal atau dunia dan kekuasaan spritual atau rohani. Sebagai
penguasa duniawi ia memakai titel Sultan dan sebagai kepala rohani umat Islam
ia memakai gelar Khalifah.[6]
Dengan demikian Raja Usmani mempunyai dua bentuk kekuasaan, kekuasaan
memerintah negara dan kekuasaan menyiarkan dan membela Islam.
Dalam
melaksanakan kedua kekuasaan di atas Sultan dibantu oleh dua pegawai
tinggi sadrazam untuk urusan pemerintahan dan syaikh
al-Islam untuk urusan keagamaan. Keduanya tidak mempunyai banayak
suara dalam soal pemerintahan dan hanya melaksanakan perintah Sultan. Dikala
Sultan berhalangan atau berpergian ia digantikan sadrazam dalam
menjalankan pemerintahan. Syaikh al-Islam yang mengurus bidang
keagamaan dibantu oleh qadhi askar al-rumali yang membawahi
qadhi-qadhi wilayah Usamniyah bagian Eropa, sedang qadhi askar andulymembawahi
qadhi-qadhi wilayah Usmaniyah di Asia dan Mesir. Dalam melaksanakan tugasnya
para qadhi tersebut merujuk kepada mazhab Hanafi. Hal ini yang disebabkan
mazhab yang dipakai oleh Sultan adalah mazhab Hanafi. Bentuk-bentuk peradilan
pada masa ini:
1.Mahkamah Biasa/Rendah (al-Juziyat), yang
bertugas menyelesaikan perkara-perkara pidana dan perdata.
2.Mahkamah Banding (Mahkamah al-Isti’naf),
yang bertugas meneliti dan mengkaji perkara yang berlaku.
3.Mahkamah Tinggi (Mahkamah al-Tamayz au
al-Naqd wa al-Ibram), yang bertugas memecat para qadhi yang terbukti
melakukan kesalahan dalam menetapkan hukum.
4.Mahkamah Agung (Mahkamah al-Isti’naf al-Ulya),
yang langsung di bawah pengawasan Sultan.
Lembaga
peradilan (qadha’) pada masa ini belum berjalan dengan baik, karena terdapat
intervensi dari pemerintah, bahkan sistem peradilan dikuasai oleh kroni-kroni
dan pejabat pemerintah. Jadi belum tampak dengan jelas pemisahan antara urusan
agama dan pemerintahan.
Masa
Tanzimat (1839-1876 M)
Secara
etimologi tanzimat berasal dari kata nazhzhama-yunazhzhimu-tanzhimat,
yang berarti mengatur, menyusun, dan memperbaiki.[7]
Term ini dimaksudkan untuk menggambarkan seluruh gerakan pembaharuan yang
terjadi di Turki Usmani pada pertengahan abad ke-19. Gerakan ini ditandai
dengan munculnya sejumlah tokoh pembaharuan Turki Usmani yang belajar dari
Barat yaitu bidang pemerintahan, hukum, administrasi, pendidikan, keuangan,
perdagangan dan sebagainya. Tanzimat merupakan suatu gerakan pembaharuan
sebagai kelanjutan dari kemajuan yang telah dilakukan oleh Sultan Sulaiman
(1520-1566 M) yang termasyhur dengan nama al-Qanuni. Namun pembaharuan
yang sebenarnya lebih membekas dan berpengaruh pada masa Sultan Mahmud II
(1808-1839 M). Ia memusatkan perhatiannya pada berbagai perubahan internal
diantaranya dalam organisasi pemerintahan dan hukum. Sultan Mahmud II juga
dikenal sebagai Sultan yang pertama kali dengan tegas mengadakan perbedaan
antara urusan agama dan urusan dunia. Urusan agama diatur oleh syari’at
Islam (tasyr’ al-dini) dan urusan dunia diatur oleh hukum yang
bukan syari’at(tasyri’ madani). Hukum syari’at terletak di bawah kekuasaansyaikh
al-Islam, sedangkan hukum bukan syari’at diserahkan kepada dewan perancang
hukum untuk mengaturnya, hukum yang bukan syari’at ini diadopsi dari Eropa,
Perancis dan negeri asing lainnya. Diantaranya adalah al-Nizham
al-Qadha al-Madani(Undang-undang Peradilan Perdata). Dengan penerapan al-Nizham
al-Qadha al-madani (Undang-undang Peradilan Perdata) dalam peradilan
muncul Mahkamah al-Nizhamiyah yang terdiri dariQadha
al-Madani (Peradilan Perdata) dan Qadha-Syar’i(Peradilan
Agama ). Dikotomi lembaga peradilan pada masa Sultan Mahmud II memberikan
indikasi sudah adanya pemisahan urusan agama dan urusan dunia. Kemunculan
tanzimat dilatarbelakangi oleh:
1. Khusus bidang hukum terjadinya persentuhan hukum
Barat dan hukum Islam
2. Muncul para tokoh tanzimat yang ingin membatasi
kekuasaan Sultan yang absolut.
Disamping
itu pada masa ini kondisi masyarakat terdiri dari tiga lapisan yaitu:
1. Tradisional, yang mempertahankan dan membangun
pemikiran berdasarkan fiqh dan berpijak pada mazhab yang ada. Karena fiqh
dianggap telah mapan dan sempurna sehingga mereka berpendapat mazhab ini harus
dikembangkan dan disosialisasikan.
2. Modernisme, yang menawarkan agar fiqh perlu
diseleksi dan dikembangkan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat.
3. Reformasi, melontarkan gagasan, bahwa fiqh yang ada
tidak mampu merespon berbagai perkembangan yang muncul sebagai akses
perkembangan zaman dan kebutuhan manusia yang multi dimensionalitas. Oleh
karena itu diperlukan fiqh baru, yang menafsirkan nash secara
kontekstual.
Agaknya
keadaan masyarakat ini juga mempengaruhi munculnya pembaharuan lebih-lebih
lapisan modernisme dan reformasi. Realisasi pembaharuan ini dimulai dengan
diumumkannya Piagam Gulhane (Khatt-i Syarif Gulhane) pada tanggal
3 Nopember 1839 M, kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Piagam
Humayun (Khatt-i Syarif al-Humayun) pada tahun 1856 M. Gerakan
ini terjadi pada masa Sultan Abdul Majid (1839-1861 M) putra Sultan Mahmud II.
Piagam Gulhane berisikan berbagai bentuk perubahan yang pada masa permulaan
kerajan Turki Usmani, syari’at Islam dan Undang-undang Negara dipatuhi,
sehingga negara menjadi kokoh dan kuat. Untuk kembali pada masa tersebut, maka
perlu diadakan perubahan-perubahan yang membawa kepada pemerintahan yang baik,
yaitu:
1.
Terjaminnya ketentraman hidup, harta kehormatan dan warga negara.
2. Peraturan
mengenai pemungutan pajak.
3. Peraturan
mengenai kewajiban dan lamanya dinas meliter.
Selanjutnya
dijelaskan bahwa tertuduh akan diadili secara terbuka dan sebelum pengadilan
pelaksanaan hukuman mati dengan racun dan jalan lain tidak dibolehkan.
Pelanggaran terhadap kehormatan seseorang juga tidak diperkenankan. Hak milik
terhadap harta dijamin dan tiap orang mempunyai kebebasan terhadap harta yang
dimilikinya. Ahli waris dari yang kena hukuman pidana tidak boleh dicabut
haknya untuk mewarisi, dan demikian pula harta yang kena hukuman pidana tidak
boleh disita. Melihat muatan Piagam Gulhane ini terlihat adanya usaha pembaharu
untuk melakukan rekonsiliasi antar muslim tradisional dengan kemajuan, serta
institusi-institusi baru yang tidak bertentangan dengan hukum Islam, bahkan
bisa menampung kebutuhan mereka. Menjamin keamanan hidup, ketenangan, jaminan
kepemilikan. Satu hal yang penting dalam piagam ini adalah adanya ketentuan
bahwa aturan-aturan itu berlaku untuk semua lapisan masyarakat dan semua
golongan agama tanpa ada pengecualian. Atas dasar piagam ini, maka terjadi
beberapa pembaharuan dalam berbagai institusi kemasyarakan Turki Usmani.
Diantaranya dalam bidang hukum dirumuskannya kodifikasi hukum perdata
oleh Majelis Ahkam al-Adliyah dan hukum pidana. Sedang dibidang
pemerintahan adanya sistem musyawarah dan di bidang pendidikan adanya pemisahan
antara pendidikan umum dan agama, serta kekuasaan pendidikan umum dilepaskan
dari kekuasaan ulama. Pada masa ini mulai masuk pengaruh sistem pendidikan
Barat. Agaknya sejak saat ini pemisahan pendidikan antara hukum dan agama ini
berlaku sampai sekarang. Selanjutnya pada tahun 1856M Sultan Abdul Majid
mengumumkan belakunya piagam Humayun yang lebih banyak mengandung pembaharuan
terhadap kedudukan orang Eropa dan non muslim yang berada di bawah kekuasaan
Turki Usmani, sehingga antara orang Eropa dan rakyat Islam Turki tidak ada
perbedaan lagi artinya mereka mempunyai hak yang sama dalam hukum. Walaupun
piagam Humayun dikeluarkan untuk memperkuat keberadaan piagam Gulhane, namun
jika diperhatikan lebih jauh piagam ini memberikan hak dan jaminan kepada
bangsa Eropa untuk semakin memantapkan keberadaan di Turki Usmani. Sikap
pro-Barat ini pada akhirnya membawa kelemahan terhadap kerajaan Turki Usmani
dalam menghadapi Eropa.
Dapat
dipahami bahwa perkembangan tasyri’ pada masa tanzimat di kerajaan Turki Usmani
banyak dipengaruhi oleh hukum dari Barat, artinya telah bercampur hukum Islam
dengan hukum Barat. Sedangkan Piagam Gulhane menyatakan penghargaan tinggi pada
syari’at Islam tetapi juga mengakui perlunya diadakan sistem baru. Hukum baru
yang disusun banyak dipengaruhi oleh hukum Barat. Apalagi piagam Humayun yang secara
tegas diperlakukan untuk non Islam dan Eropa. Pada masa ini telah ditetapkan
pedoman hakim dalam menetapkan hukum, yaitu dengan dikeluarkannya
Undang-undang Dusturiyah pada tahun 1293 H/1877 M. Sehingga
terhindar dari hawa nafsu dan keinginan pribadi dalam menetapkan hukum. Dan
juga didirikan Mahkamah al-Tamyiz (al-Naqdu) yang merupakan
lembaga yang diberi wewenang untuk memecat para qadhi yang melakukan perbuatan
yang melanggar hukum, karena dianggap tidak melaksanakan tugas sesuai yang
ditetapkan. Namun pada akhirnya lembaga yang didirikan serta undang-undang yang
berlaku sebagaimana mestinya karena ada unsur korupsi dan kolusi dalam
pemerintahan. Kondisi ini menjadikan peradilan seperti barang dagangan yang
diperjualbelikan.
Kerajaan Turki usmani merupakan salah satu kerajaan Islam
yang bertahan lama yang mampu mengembangkan peradaban dalam berbagai
hal. Selain pembangunan dalam bentuk fisik, perkembangan pesat juga terjadi
dalam hal pemikiran.
A. Bidang Pendidikan
Akibat kegigihan dan ketangguhan yang dimiliki oleh para pemimpin dalam
mempertahankan Turki Usmani membawa dampak yang baik sehingga kemajuan-kemajuan
dalam perkembangan wilayah Turki Usmani dapat diraihnya dengan cepat. Dengan
cara atau taktik yang dimainkan oleh beberapa penguasa Turki seperi Sultan
Muhammad yang mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar
keamanan dalam negerinya yang kemudian diteruskan oleh Murad II (1421-1451M).
Sehingga Turki Usmani mencapai puncak kejayaan pada masa Muhammad II (1451-
1484 M). Usaha ini di tindak lanjuti oleh raja-raja berikutnya, sehingga
dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qonuni. Ia tidak mengarahkan ekspansinya
kesalah satu arah timur dan Barat, tetapi seluruh wilayah yang berada disekitar
Turki Usmani itu, sehingga Sulaiman berhasil menguasai wilayah Asia kecil.
Kemajuan dan perkembangan wilayah kerajaan Usmani yang luas berlangsung
dengan cepat dan diikuti oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan
lain yang penting, diantaranya dalam bidang pendidikan.
Salah satu lembaga yang maju pada masa turki usmani adalah madrasah,
didorong dengan mempelajari beragam ilmu pengetahuan. Lembaga pendidikan
berserak saat berlangsungnya pemerintahan Turki Usmani. Salah satunya adalah
madrasah. Bukan hanya kuantitas bangunan yang menjadi perhatian, juga kualitas
pendidikan. Terobosan bermakna dalam hal ini adalah perumusan kurikulum.
Kurikulum yang diberlakukan di madrasah berkembang secara dinamis menuju ke
arah lebih baik. Salah satu hal yang berlaku dalam proses pengajaran di
madrasah Turki Usmani adalah mendorong para siswa untuk mengakses sebanyak
mungkin buku yang membahas beragam bidang ilmu.
Hal ini merupakan uraian perinci dari tujuan utama pendirian lembaga
pendidikan berupa madrasah. Yaitu, melahirkan siswa Muslim yang memiliki banyak
pengetahuan dan memegang teguh nilai-nilai moral yang baik dan benar. Madrasah
digiring untuk menciptakan para siswa yang pandai sekaligus baik hati dan
berbudi luhur. Pada masa pemerintahan Sultan Suleiman, terdapat kode hukum yang
menjabarkan secara umum mengenai tujuan pendidikan.Disebutkan dalam kode hukum
itu bahwa tujuan pendidikan adalah guna memahami misteri penciptaan dan
membangun sebuah negara yang berjalan secara teratur dan baik. Ini diyakini
akan menjamin kelestarian, ketertiban, dan kesejahteraan umat manusia. Tujuan
lainnya, pendidikan menjadi sebuah sarana untuk menuai ilmu pengetahuan dan
kebijaksanaan. Lalu, mendapatkan penjelasan mengenai kebajikan, bakat, dan
agama, hingga akhirnya para siswa memiliki kapasitas yang baik. Sejumlah sumber
menyebutkan mengenai penetapan tujuan dan kurikulum pendidikan di madrasah itu.
Di antaranya, berasal dari cendekiawan Ahmed bin Isameddin, yang hidup pada
abad ke-16. Bahkan, ia merupakan seorang pengajar di madrasah.
B. Bidang kemiliteran
Para pemimpin kerajaan Usmani pada masa-masa pertama
adalah orang-orang yang kuat sehingga dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan
luas. Kemajuan kerajaan Usmani tidak semata mata karena keunggulan politik para
pemimpinnya. Faktor-faktor tersebut adalah keberanian, keterampilan,
ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan dan dimana
saja.
Strategi yang dilakukan diantaranya adalah:
1. Kekuatan militer diorganisasi dengan baik dan teratur.
Untuk pertama kali dilakukan ketika terjadi kontak senjata dengan Eropa yang
mencapai kemenangan. Ekspansi kerajaan ini pertama kalinya lebih banyak
ditujukan ke Eropa Timuryang belum masuk dalam wilayah kekuasaan dan agama
islam.
2. Mengadakan perombakan besar-besaran dalam tubuh
militer. Hal ini dilakukan Orkhan ketika kesadaran prajuritnya menurun.
3. Pembaharuan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan
tidak hanya dalam bentuk mutasi personil-personil pimpinan, tetapi juga
diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan
sebagai anggota, anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing
dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil
dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissariatau Inkisyariah. Pasukan Inkisyariah adalah
tentara utama Dinasti Usmani yang terdiri dari bangsa Gerrgia dan Armenia yang
baru masuk islam.[8] Pasukan
inilah yang dapat mengubah Negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat
dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukkan negeri-negeri non
muslim.
4. Disamping Jenissari, ada
lagi prajurit dari tentara kaum feudalyang dikirim kepada pemerintah pusat
yaitu kelompok militer Thaujiah. Kelompok ini mempunyai
peranan yang besar dalam perjalanan Tuki Usmani terutama dalam pembenahan
Angkatan laut. Sehingga pada abad ke-16 angkatan laut Turki Usmani mencapai
puncak kejayaannya.
5. Tabiat bangsa turki yang bersifat militer,
berdisiplin, dan patuh terhadap peraturan yang diwarisi dari nenek moyangnya di
Asia Tengah menyebabkan fokus kegiatan mereka juga lebih menonjol dalam bidang
militer.
6. pasukan Turki terus diperbesar dengan merekrut
pendatang-pendatang baru orang-orang Turkmen dari timur, yang ingin menjadi
ghazi atau prajurit iman melawan orang Kristen, dan dari ghazi-ghazi inilah
dinasti Usmnaniyyah mendapatkan tradisi militer dan semangat yang member jalan
baginya untuk berkembang dan maju dan akhirnya mencaplok semua kesultanan Turki
lainnya yang lebih statis.
C. Bidang Budaya dan Sosial
Adapun mengenai budaya sosial, budaya Turki Usmani
sangat di pengaruhi oleh tiga budaya. Dari kebudayaan persia mereka mengambil
ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana. Ajaran tentang
prinsip-prinsip ekonomi , sosial, kemasyarakatan, dan keilmuan mereka mengambil
dari Bangsa Arab. Sedangkan pemerintahan dan organisasi kemiliteran mereka
banyak dapat dari Bizantium.
Dalam menjalankan ilmu pemerintahan, pemimpin turki Usmani menggunakan
dua gelar sekaligus yaitu khalifah dan sultan. Khalifah sebagai simbol penguasa
dunia dan khalifah juga symbol sebagai penguasa spritual (agama). Secara
praktis, pemimpin turki Usmani memiliki dua pembantu utama.
1. Mufti atau Syaykh al-Islam yang berwenang
mewakili pemimpin turki Usmani dalam melaksanakan wewenang spiritual.
2. Shadhr al- A’zham (perdana mentri) yang berwenang
mewakili pemimpin Turki Usmani dalam melaksanakan duniawi.
Ulama dan sejumlah karyanya yang dihasilkan pada masa Turki Usmani adalah:
1. Mustafa Ali (1541-1599), ahli
sejarah. Diantara karyanya adalah Kunh al-Akhbar, yang berisi sejarah dunia
dari Adam As sampai Yesus, sejarah Islam awal hingga Turki Usmani.
2. Evliya Chelebi (1614-1682), ahli ilmu
sosial. Diantara karyanya adalah Seyabat Name (buku pedoman perjalan) yang
berisi tentang masyarakat dan Turki Usmani.
3. Arifi (1561), sejatawan istana.
Diantara karyanya adalah Shah-name –I al-Osman yang berisi cerita tentang
keluarga raja-raja Usmani.
Selain meninggalkan buku-buku sebagai kekayaan sejarah, Turki Usmani juga
meninggalkan sejumlah bangunan yang memperlihatkan keunggulan penguasaan
teknologi pada zamannya. Masjid Aya Sophia, Masjid Agung Sultan Muhammad
Al-Fatih, masjid Abu Ayub Al-Anshari, masjid Byazid dan masjid Sulaiman
al-Qanuni, merupakan masjid yang berasitektur tinggi dengan menggunakan “kubah
batu” yang menggambarkan persaingan antara Islam dengan Kristen.
D. Bidang Keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan
sosial dan politik. Masyarakat di golongkan berdasarkan agama, dan kerajaan
sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang
berlaku. Oleh karena itru, ajaran ajaran thorikot berkembang dan juga mengalami
kemajuan di Turki Usmani.
1) Adanya jabatan Mufti sebagai Pejabat urusan agama
tertinggi, yang memiliki kuasa legitimasi dalam hukum kerajaan.
2) Dalam bidang Tasauf berkembang tiga tarekat besar yang
memberikan dukungan kuat bagi kerajaan:
a) Tarekat Baktasyi, Tarekat ini dibawa oleh Ahmad
Yasawi (1169 M) dan pengikutnya pernah menjadi tentara yang sangat tangguh
dalam berbagai penaklukan yang dilakukan oleh kerajaan Turki Usmani.
b) Tarekat Maulawiyah, tarekat ini dibawa oleh
Jalaluddin Rumi (1273 M), ia memperkenalkan sama’, sebuah tarian untuk
mendekatkan diri kepada Allah dengan zikir tertentu.
c) Tarekat Naqsabandiyah, tarekat ini
memperkenalkan zikir khafi (diam/tidak bersuara) dan masih berkembang sampai
saat ini.
E. Bidang
Ekonomi
Tercatat beberapa kota yang maju dalam bidang industri pada waktu itu di
antaranya: Mesir sebagai pusat produksi kain sutra dan katun. Anatoli
selain sebagai pusat produksi bahan tekstil dan kawasan pertanian yang subur,
juga menjadi pusat perdagangan dunia pada saat itu.
Orang Turki terkenal pandai berbaur dengan masyarakat bangsa-bangsa lain,
mereka terbuka dengan berbagai kebudayaan. Sementara itu Usmani mempunyai
wilayah kekuasaan yang sangat luas. Maka, latar belakang ini menyebabkan
kebudayaan Usmani bercorak pluralistik. Diamna antara dipusat dengan didaerah,
atau antara didaerah lai, bisa berbeda. Diantara unsur kebudayaan yang paling
menonjol disana adalah kebudayaan Persia, Bizantine, dan Arab. Kebudayaan
persia lebih banyak menyumbangkan aspek-aspek etika terutama etika kehidupan
istana. Sedang kebudayaan Bizantine lebih menonjolkan organisasi pemerintahan
dan kemiliteran. Ajaran-ajaran tentang ekonomi, sosial dan kemasyarakatan,
keilmuan dan bahasa diambil dari bangsa Arab.[9] Sebagai
bangsa yang berdarah militer, Usmani lebih menonjolkan kegiatan dibidang
kemiliteran, sedangkan dalam bidang ilmu pengetahuan tidak begitu menonjol. Meskipun
demikian, dalam batas-batas tertentu seni arsitektur Islam tidak luput dari
perhatian Usmani. Masjid jami’ Sultan Muhammad al-Fatih, Masjid Agung Sulaiman,
dan Masjid Abi Ayyub al-Anshari dibangun dengan mempertimbangkan unsur-unsur
seni seperti hiasan kaligrafi Arab yang indah.
Dalam bidang keagamaan, Usmani sangat memperhatikan kehidupan keagamaan
dimasyarakat. Khususnya dalam aspek-aspek sosial keagamaan dan pelaksanaan
hukum-hukum Agama. Kekhalifahan ini lebih bercorak keagamaan, sehingga ia sendiri
sangat terikat dengan syari’at sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku.
Ulama menjadi sangat penting, khususnya ketika masa-masa kejayaan Usmani. Dari
sisi ilmu-ilmu Agama, sebenarnya kurang berkembang, justru sebaliknya,
kehidupan bermadzhab lebih menonjol sebagai salah satu tanda bahwa masyarakat
merasa cukup dengan ilmu-ilmu agama yang pernah dibangun oleh para ulama
terdahulu dimasa Bani Abbas.
D. Faktor-Faktor
Yang Mempengarui Kemunduran Dan Kejatuhan Turki Utsmani
1. Wilayah kekuasaan yang terlalu luas
Perluasan wilayah yang begitu cepat yang terjadi pada kerajaan
Usmani, menyebabkan pemerintahan merasa kesulitan dalam melakukan administrasi
pemerintahan, terutama pasca pemerintahan Sultan Sulaiman. Sehingga
administrasi pemerintahan kerajaan Usmani tidak beres. Tampaknya penguasa Turki
Usmani hanya mengadakan ekspansi, tanpa mengabaikan penataan sistem
pemerintahan. Hal ini menyebabkan wilayah-wilayah yang jauh dari pusat mudah
direbut oleh musuh dan sebagian berusaha melepaskan diri.[10]
2. Heterogenitas penduduk
Sebagai kerajaan besar, yang merupakan hasil ekspansi dari berbagai
kerajaan, mencakup Asia kecil, Armenia, Irak, Siria dan negara lain, maka di
kerajaan Turki terjadi heterogenitas penduduk. Dari banyaknya dan beragamnya
penduduk, maka jelaslah administrasi yang dibutuhkan juga harus memadai dan
bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka. Akan tetapi kerajaan Usmani pasca
Sulaiman tidak memiliki administrasi pemerintahan yang bagus di tambah lagi
dengan pemimpinpemimpin yang berkuasa sangat lemah dan mempunyai perangsai yang
jelek.
3. Kelemahan para penguasa
Penguasa yang tidak cakap Setelah sultan Sulaiman II al-Qanuni. Kelemahan
ini lebih disebabkan masuknya sikap hedonisme di kalangan istana, seperti suka
bermewah-mewahan, minum-minuman kras, dan wanita penghibur, hal ini menimbulkan
perselisihan dilingkungan istana.
5. Budaya Pungli
Budaya ini telah meraja lela yang mengakibatkan dekadensi moral terutama
dikalangan pejabat yang sedang memperebutkan kekuasaan (jabatan).
6. Pemberontakan-Pemberotakan Tentara Jenissari
Pemberontakan Jenissari terjadi sebanyak empat kali yaitu pada
tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M dan 1826 M. Pada masa belakangan pihak Jenissari tidak
lagi menerapkan prinsip seleksi dan prestasi, keberadaannya didominasi oleh
keturunan dan golongan tertentu yang mengakibatkan adanya
pemberontakan-pemberontakan.
7. Merosotnya Ekonomi
Akibat peperangan yang terjadi secara terus menerus maka biaya pun semakin
membengkak, sementara belanja negara pun sangat besar, sehingga perekonomian
kerajaan Turki pun merosot
8. Kurang berkembangnya ilmu pengetahuan
Ilmu dan Teknologi selalu berjalan beriringan sehingga keduanya sangat
dibutuhkan dalam kehidupan. Keraajan usmani kurang berhasil dalam pengembagan
Ilmu dan Teknologi ini karena hanya mengutamakan pengembangan militernya.
Kemajuan militer yang tidak diimbangi dengan kemajuan ilmu dan teknologi
menyebabkan kerajaan Usmani tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari
Eropa yang lebih maju.
BAB III
ANALISIS
Dalam kurun waktu 6 abad berkuasa, kerajaan turki usmani telah diakui oleh
sejarah sebagai kerajaan islam terbesar dan terlama dibanding dengan kerajaan
islam lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal penting sehingga kerajaan
ini mampu bertahan sedemikian lamanya. Penulis ingin menganalisis dari bebagai
aspek, yaitu:
Sistem sosial masyarakat, salah satu kunci kesuksesan dan keberhasilan
turki usmani adalah adanya persatuan di antara masyarakatnya yang begitu
banyak, (pada tahun 1520 jumlah penduduk kerajaan turki usmani adalah
11,692,480 peduduk). Persatuan ini oleh pemerintah diwadahi dalam bentuk
organisasi keagamaan bernama millet. Millet adalah kelompok agama yang
diperbolehkan membangun komunitasnya sendiri di bawah peraturan dan
perlindungan kerajaan turki usmani. pluralitas yang diberikan pada rakyatnya
mampu memberikan rasa persatuan bagi rakyat dari berbagai wilayah yang
ditaklukannya sehingga, semua masyarakatnya bersatu. Namun pada akhirnya sistem
ini runtuh bersamaan dengan munnculnya paham nasionalisme yang disebarkan oleh
bangsa barat, yang memang bertujuan menyerang dari dalam masyarakatnya.
Sehingga setiap wilayah / kerajaan kecil yang ditaklukannya mulai memberontak
dari dalam atas semangat nasionalisme mereka, masyarakat kerajaan turki usmani
pun kemudian terpecah belah, setelah sebelumnya bersatu, bahkan kerajaan turki
usmani mendapat julukan “The Sickman Europe” (Orang Eropa yang sakit).
Hal ini kemudian ingin dihilangkan dengan memberikan paham pan-turkisme, paham
untuk menyatukan seluruh masyrakat turki, namun paham ini tidak bisa diterima
rakyat, berlanjut dengan paham pan-islamisme oleh Sultan Abdul Hamid II, paham
yang menyerukan umat islam bersatu secara politik, persatuan ini diwujudkan
berupa pengakuan sultan turki usmani sebagai khalifah umat islam, gagasan ini
berhasil mendapat simpati umat islam untuek beberapa tahun. Namun perlawanan
barat tidak berhenti sampai di situ, kartu As terakhir mereka adalah mengusung
paham demokrasi yang kemudian mengakhiri kerajaan turki usmani dan memunculkan
republik turki yang dipelopori oleh Mustafa kemal attaturk.
Kekuatan militer, berbeda dengan kerajaan-kerajaan islam sebelumnya,
kerajaan turki usmani, mulai dari raja pertamanya Usman hingga raja terhebatnya
Sulaiman Al Qanuni, lebih memfokuskan pada perkembangan militer. Hal ini
dikarenakan bangsa turki terkenal sebaga bangsa yang berdarah militer, sehingga
semangat militernya sangat kuat, untuk itu sebagian besar APBN kerajaan
dipergunakan untuk membiayai prajurit perang daripada untuk keperluan lain,
seperti agama, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Bahkan untuk memperbanyak
prajurit, raja kedua turki usmani, Orkhan mengangkat Bangsa-bangsa non-Turki
sebagai prajurit, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan
dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata
berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan
Jenissari atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah negara Usmani
menjadi mesin perang yang paling kuat, dan memberikan dorongan yang amat besar
dalam penaklukkan negeri-negeri non muslim. Hal ini menjadikan kerajaan ini
lebih kuat dibandingkan kerajaan-kerajaan lain, sehingga semakin banyak wilayah
yang ditaklukkan maka semakin banyak pula prajurit-prajurit baru yang dapat
dilatih untuk dijadikan tentara islam. Jadilah kerajaan turki usmani kerajaan
yang hebat dan berwilayah yang luas.
Sistem pemerintahan, saat wilayah semakin luas, tentunya sistem
pemerintahan harus hebat juga, dalam mengelola wilayah yang luas sultan-sultan
Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Sulaiman Al Qanuni menerapkan sistem
pemerintahan pembagian wilayah kekuasaan, sehingga dalam struktur pemerintahan,
sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh shadr al-a’zham (perdana
menteri), yang membawahi pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat
I. Di bawahnya terdapat beberapa orang al-zanaziq atau al-’alawiyah (bupati).
Hal ini menjadikan kerajaan turki usmani pada masa sulaiman Al-Qanuni bisa
mengatur wilayah yang sedemikian besarnya.
Ilmu pengetahuan, meskipun kerajaan turki usmani hebat dalam hal sistem
militer dan sistem pemerintahan, namun mereka tidak terlalu memperhatikan ilmu
pengetahuan, yang sebenarnya bisa lebih memperkuat tenaga militer. APBN Negara
sebagian besar dipergunakan untuk membiayai pendidikan militer bangsa-bangsa
non-turki untuk dijadikan prajurit islam yang kuat, sehingga hanya sedikit yang
dipergunakan untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini merupakan kelemahan
tersendiri bagi mereka. Berbeda dengan kerajaan-kerajaan barat yang lebih
memfokuskan perhatian pada ilmu pengetahuan, sehingga perkembangan ilmu
pengetahuannya berkembang pesat, yang kemudian memperkuat militer dengan
senjata-senjata api baru, yang tidak dimiliki oleh turki usmani. ketika bangsa
turki usmani diserang oleh bangsa barat dengan senjata baru mereka, bangsa
turki usmani mulai kekualahan. Sehingga pasca kehebatan dan wilayahnya yang
luas, sedikit demi sedikit kerajaan ini mulai digerogoti, baik dari luar
kerajaan maupun dari dalam kerajaan (pemberontak).
Munculnya kaum elit, bahwa raja-raja setelah sulaiman al qanuni, kurang
bisa mengatur pemerintahannya, bahkan ditambah lagi munculnya kaum elit
kapitalis di wilayah pemerintahan, sehingga individualitas antar pemimpin dan golongan-golongan
elit semakin tumbuh, yang berlanjut dengan penumpukan harta umtuk kepentingan
masing-masing, hal ini dimanfaatkan oleh Negara-negara yang telah dikuasainya
untuk memerdekakan diri, mereka tidak mau lagi dimanfaatkan tenaganya oleh
bangsa turki untuk dijadikan tentara, disamping itu serangan-serangan barat
pada wilayah terluar kerajaan juga semakin memperburuk suasana pemerintahan,
anggaran dana yang seharusnya dipergunakan untuk memperkuata pertahanan militer
Negara sebagian besar dikuasai dan dimonopoli oleh kaum elit kerajaan, hal ini
mengakibatkan semangat berperang prajurit melemah karena tidak adanya dana
untuk peperangan yang memadai, sehingga perlahan-lahan wilayah kerajaan mulai
mengalami penyusutan, hingga pada tahun 1924 kerajaan turki usmani berubah
menjadi republik turki.
BAB IV
KESIMPULAN
Kerajaan turki utsmani merupakan kerajaan yang dipimpin oleh 40 sultan.
Pada abad pertengahan memang masa yang paling bersejarah bagi bangsa arab,
bahkan kemunduran bagi bangsa barat, dalam segi pandang kerajaan, kekuasaan
wilayah adalah yang terpenting. Turki utsmani yang memimpin selama kurang lebih
6 abad memberikan bukti kejayaannya sampai ke Eropa, akan tetapi dari
stagnanisasi bangsa utsmani mereka lebih memajukan kemiliteran mereka dari pada
pendidikannya, bagi mereka kemiliterannya adalah satu hal yang terpenting yang
harus dimiliki oleh seorang pemimin, dengan orientasi penalukan konstantinopel,
membuat mereka menjadi bersemangat untuk menjadikan kerajaan turki utsmani
menjadi symbol kejayaan islam.
Penyimpangan orientasi mereka ini membuat terlena dengan keluasan wilayah
sehingga membuat mereka meninggalkan perkembangan pendidikan mereka. Berbeda
dengan bangsa Eropa yang telah mengugguli mereka, kemunduran kerajaan turki
utsmani ini terlihat dari bagian bagian wilayah yang dikuasai oleh turki utsmani
ini mulai tergerak ingin merubah hidupnya menjadi yang lebih baik dan muncul
paham kapitalisme individual sehingga sebagian mereka ingin melepaskan
diri. Tampaknya pengaruh barat mulai mendapatkan hasil dengan
kelemahan kerajaan turki ini, dan terlahir paham-paham yang ingin membebaskan,
sehingga paham turki sendiri tidak dapat menghalangi mereka.
DAFTAR PUSTAKA
·
Abdul M. Karim. Sejarah
Pemikiran Dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007.
·
Hasan Abu Ali
al-Nadwi. Islam Membangun Peradaban Dunia. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya, 1988.
·
Hodgson,
Marshall G. S. Rethinking world history. Cambridge: Cambridge
University Press. 2002.
·
K. Philip Hitti. History
Of The Arabs. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2008.
·
Lois Ma’luf, Al-Munjid fi
Lughah wa al- A’lam. Beirut: Dar al-Masyriq.
·
Maryam,
Siti. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: LESFI, 2004.
·
Mubarok, Jaih. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. 2005.
·
Nasution, Harun. Pembaharuan
Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
·
Nurhakim Moh. Sejarah
Dan Peradaban Islam. Malang: UMM Press, 2004.
·
SJ.
Fadil. Pasang Surut Pereadaban Islam dalam Lintasan Sejarah. Malang:
UIN-Malang Press. 2008.
·
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2008.
[1]. Moh. Nurhakim, Sejarah
Dan Peradaban Islam (Malang, UMM Press, 2004). Hlm. 132.
[2]. Ahmad Syafii
Maarif, Sejarah pemikiran dan peradapan Islam,(Yogyakarta:Pustaka
Book Publisher,2007). Hlm. 310.
[6]
Harun Nasution, Pembaharuan
Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1996), hlm. 92.
No comments:
Post a Comment